Masyarakat Adat Dayak di Muara Napu Gelar Arwah Adat, Harapkan Perhatian Pemerintah
Eplkotabaru.blogspot.com – Kotabaru. Masyarakat adat Dayak di RT 03 Dusun 1 Muara Napu, Desa Cantung Kiri Hulu, Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru kembali menggelar tradisi tahunan Aruh Adat, sebuah ritual adat yang dilakukan secara turun-temurun untuk memohon keselamatan kepada para leluhur. Selasa, 23 September 2025.
Tradisi yang dilaksanakan selama 8 hari 8 malam (13-21 September 2025), ini digelar setiap tahun usai panen padi, atau dalam istilah lokal disebut Habis Mangatam. Kegiatan ini menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan ikhtiar spiritual masyarakat adat untuk menjaga keselamatan dan keharmonisan desa.
Ketua Balai Adat Asaman, Atray, menyampaikan bahwa kegiatan ini sepenuhnya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat, tanpa ada bantuan dari pemerintah maupun perusahaan.
“Balai adat ini kami dirikan dengan gotong royong. Tidak ada bantuan dari pemerintah ataupun perusahaan. Tapi walaupun tidak dibantu, kami tetap laksanakan tradisi ini karena tidak bisa ditinggalkan. Ini warisan leluhur kami,” ujarnya.
Atray juga mengungkapkan bahwa hingga kini, belum ada perhatian serius dari pemerintah terhadap keberadaan Balai Adat Asaman, termasuk fasilitas umum seperti akses jalan yang masih sangat terbatas.
“Jalan menuju dusun kami ini dari dulu sampai sekarang tidak pernah benar-benar diperbaiki. Semua hasil kerja gotong royong warga. Akses ke kecamatan pun masih sulit,” tambahnya.
Tak hanya itu, Atray juga menyoroti minimnya keterlibatan perusahaan-perusahaan beroperasi di sekitar wilayah tersebut.
“Perusahaan di sekitar sini belum pernah menyentuh kami. Entah karena kurangnya komunikasi dengan desa atau sebab lain, kami tidak tahu pasti. Tapi kenyataannya, sampai sekarang tidak ada bantuan yang masuk,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua I FORDAYAK DPC Kotabaru, Ellia Siswanto, turut hadir dan menyampaikan harapan agar pemerintah lebih memperhatikan masyarakat adat di pedalaman.
“Harapannya, pemerintah bisa memperhatikan balai adat di pedalaman seperti Napu ini. Supaya pemerintah tahu bahwa kami masih ada — dan adat kami masih hidup serta kental di sini,” ucap Ellia.
FORDAYAK menjadi satu-satunya organisasi masyarakat Dayak yang sejauh ini aktif mendukung Balai Adat Asaman. Padahal, di Kabupaten Kotabaru sendiri terdapat banyak ormas adat lainnya seperti KUMDATU, TBBR, BATAMAT, DAD, Laung Bahandang, Dll.
Atray menegaskan bahwa balai adat bukan sekadar simbol, melainkan bukti nyata bahwa tanah adat masih ada dan harus diperjuangkan keberadaannya.
“Adanya balai adat berarti tanah adat masih kami jaga. Kami ingin pemerintah — dari desa hingga presiden — tidak hanya mengakui secara politik, tapi juga melindungi hak-hak kami secara nyata,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Atray berharap agar pemerintah dan perusahaan bisa lebih peduli terhadap keberlangsungan tradisi dan kehidupan masyarakat adat.
“Kami tidak minta lebih. Kami hanya ingin diperhatikan. Jangan sampai kami, masyarakat adat Dayak, diperlakukan seperti anak tiri hanya karena berbeda kepercayaan dan budaya,” pungkasnya.
Aruhh Adat adalah ritual tahunan masyarakat Dayak yang dilakukan usai panen sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan permohonan keselamatan. Di Desa Cantung Kiri Hulu, kegiatan ini telah dilakukan turun-temurun sejak zaman sebelum kemerdekaan dan menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakat setempat. (Tim EPL Kotabaru).
Komentar